Mengenal Lebih Jauh Kebudayaan Suku Bugis
Sulawesi Selatan adalah tempat asal dari
suku Bugis yang dapat dilihat dari bahasa dan adat istiadatnya. Hal ini
bermula sejak abad ke-15 yang mana banyak perantau dari Melayu dan
Minangkabau yang datang ke Gowa dan mengalami akulturasi budaya. Mereka
inilah yang kemudian disebut sebagai Suku bugis. Meskipun begitu, pada
dasarnya mereka adalah kaum perantau, mewarisi sifat dari suku induknya,
yakni Melayu dan Minangkabau. Hal ini membuat suku Bugis tersebar di
berbagai wilayah di Nusantara, seperti di Kalimantan Timur dan Selatan,
Sulawesi Tengah dan Tenggara serta Papua. Bahkan saat ini suku Bugis ada
pula yang merantau jauh hingga ke luar negeri, yakni Malaysia,
Singapura dan Filipina.
Suku Bugis hidup dari berburu, menangkap
ikan, bertani, beternak dan kerajinan. Mereka yang tinggal dipegunungan
hidup dari bercocok tanam, sedang yang dipesisir hidup sebagai nelayan.
Mereka dikenal sebagai pedagang barang kelontong; juga terkenal sebagai
pelaut yang sering merantau & menyebar ke seluruh Indonesia. Di
daerah rantau mereka membuat komunitas sendiri dan kuat. Untuk
transportasi digunakan kuda, sapi (di darat), rakit atau sampan (di
sungai), lambok, benggok, pinisi & sandek (di laut). Pakaian
tradisional mereka bernama Wajo Ponco, yang diperkirakan muncul dari
pengaruh Melayu. Sekarang baju ini hanyak untuk upacara-upacara, tarian
dan penjemputan secara adat. Bahasa mereka adalah bahasa Ugi yang
terbagi dalam beberapa dialek, seperti Luwu, Wajo, Bira, Selayar,
Palaka, Sindenneng dan Sawito. Makanan utama mereka yaitu beras dan
jagung. Mereka memiliki minuman khas seperti tuak, sarabba dan air tape.
Di kalangan orang Bugis masih hidup
diantara aturan-aturan yang dianggap luhur dan keramat yang dinamakan
Panngaderreng atau panngadakkang. Diartikan sebagai keseluruhan norma
yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah-laku terhadap sesama
manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik (etika).
Orang Bugis sangat menjujung harga diri
atau dalam bahasa bugisnya disebut “siri” (malu). Dalam hal ini, barang
siapa yang menyinggung perasaan mereka atau melanggar adat, maka harus
mendapatkan sanksi adat seperti diasingkan, diusir atau bahkan
dilenyapkan.
Salah satu adat istiadat suku Bugis yang
unik adalah adat pernikahannya. Dimana dalam adat pernikahan orang
Bugis harus melawati beberapa tahap.
Pertama, lettu (lamaran) adalah
kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk
menyampaikan keinginannya melamar calon mempelai perempuan.
Kedua, Mappettuada (kesepakatan
pernikahan) adalah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan
untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau mas kawin,
balanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya. Namun saat ini,
mappettuada biasanya langsung juga dibahas ketika melakukan lamaran.
Ketiga, Madduppa (Mengundang)
yaitu kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan antar
kedua bilah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai
perkawinan yang akan dilaksanakan.
Keempat, Mappaccing
(Pembersihan) Ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya
hanya dilakukan oleh kaum bangsawan). Ritrual ini dilakukan pada malam
sebelum akad nikah dimulai dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh
dan orang yang dihormati untuk melaksanakan ritual ini. cara
pelaksanaannya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar), kemudian para
undangan dipersilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon
mempelai. Hal ini dipercayai untuk membersihkan dosa calon mempelai.
Setelah itu, sungkeman kepada kedua orang tua calon mempelai.
Kelima, Hari pernikahan dimulai
dengan mappaendre balanja. Prosesi ini dari pihak mempelai laki-laki
disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-wanita, tua-muda, dengan
membawa macam-macam makanan, pakaian wanita dan mas-kawin ke rumah
mempelai wanita. Sampai di rumah mempelai wanita langsung diadakan
upacara pernikahan, dilanjutkan dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa
para tamu memberikan kado tau paksolo’. setelah akad nikah dan pesta
pernikahan di rumah mempelai wanita selesai dilalanjutkan dengan acara
“mapparola” yaitu mengantar mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.
Hal yang unik dari kebudayaan bugis
juga, tata cara penguburan pada orang Bugis.Saat itu mereka masih
menguburkan orang mati dengan tata cara jaman pra sejarah, yakni dengan
mengarah ke timur dan barat serta diberikan bekal seperti mangkuk,
tempayan, tiram dan barang buatan China serta benda berharga lainnya.
Bahkan untuk para bangsawan dan tokoh terkemuka pada wajahnya diberikan
penutup muka yang terbuat dari emas atau perak.
Namun saat ini adat istiadat tersebut
sudah tidak dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk
sejak tahun 1600-an. Mengenai adat istiadat suku Bugis pada jaman Islam
akan kami bahas di lain waktu. Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar