Senin, 02 Desember 2013

Mengenal Lebih Jauh Kebudayaan Suku Bugis

Mengenal Lebih Jauh Kebudayaan Suku Bugis

suku bugis
Sulawesi Selatan adalah tempat asal dari suku Bugis yang dapat dilihat dari bahasa dan adat istiadatnya. Hal ini bermula sejak abad ke-15 yang mana banyak perantau dari Melayu dan Minangkabau yang datang ke Gowa dan mengalami akulturasi budaya. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai Suku bugis. Meskipun begitu, pada dasarnya mereka adalah kaum perantau, mewarisi sifat dari suku induknya, yakni Melayu dan Minangkabau. Hal ini membuat suku Bugis tersebar di berbagai wilayah di Nusantara, seperti di Kalimantan Timur dan Selatan, Sulawesi Tengah dan Tenggara serta Papua. Bahkan saat ini suku Bugis ada pula yang merantau jauh hingga ke luar negeri, yakni Malaysia, Singapura dan Filipina.
Suku Bugis hidup dari berburu, menangkap ikan, bertani, beternak dan kerajinan. Mereka yang tinggal dipegunungan hidup dari bercocok tanam, sedang yang dipesisir hidup sebagai nelayan. Mereka dikenal sebagai pedagang barang kelontong; juga terkenal sebagai pelaut yang sering merantau & menyebar ke seluruh Indonesia. Di daerah rantau mereka membuat komunitas sendiri dan kuat. Untuk transportasi digunakan kuda, sapi (di darat), rakit atau sampan (di sungai), lambok, benggok, pinisi & sandek (di laut). Pakaian tradisional mereka bernama Wajo Ponco, yang diperkirakan muncul dari pengaruh Melayu. Sekarang baju ini hanyak untuk upacara-upacara, tarian dan penjemputan secara adat. Bahasa mereka adalah bahasa Ugi yang terbagi dalam beberapa dialek, seperti Luwu, Wajo, Bira, Selayar, Palaka, Sindenneng dan Sawito. Makanan utama mereka yaitu beras dan jagung. Mereka memiliki minuman khas seperti tuak, sarabba dan air tape.
Di kalangan orang Bugis masih hidup diantara aturan-aturan yang dianggap luhur dan keramat yang dinamakan Panngaderreng atau panngadakkang. Diartikan sebagai keseluruhan norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah-laku terhadap sesama manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik (etika).
Orang Bugis sangat menjujung harga diri atau dalam bahasa bugisnya disebut “siri” (malu). Dalam hal ini, barang siapa yang menyinggung perasaan mereka atau melanggar adat, maka harus mendapatkan sanksi adat seperti diasingkan, diusir atau bahkan dilenyapkan.
Salah satu adat istiadat suku Bugis yang unik adalah adat pernikahannya. Dimana dalam adat pernikahan orang Bugis harus melawati beberapa tahap.
Pertama, lettu (lamaran) adalah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk menyampaikan keinginannya melamar calon mempelai perempuan.
Kedua, Mappettuada (kesepakatan pernikahan) adalah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau mas kawin, balanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya. Namun saat ini, mappettuada biasanya langsung juga dibahas ketika melakukan lamaran.
Ketiga, Madduppa (Mengundang) yaitu kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan antar kedua bilah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan.
Keempat, Mappaccing (Pembersihan) Ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan). Ritrual ini dilakukan pada malam sebelum akad nikah dimulai dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang dihormati untuk melaksanakan ritual ini. cara pelaksanaannya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar), kemudian para undangan dipersilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon mempelai. Hal ini dipercayai untuk membersihkan dosa calon mempelai.  Setelah itu, sungkeman kepada kedua orang tua calon mempelai.
Kelima, Hari pernikahan dimulai dengan mappaendre balanja. Prosesi ini dari pihak mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-wanita, tua-muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita dan mas-kawin ke rumah mempelai wanita. Sampai di rumah mempelai wanita langsung diadakan upacara pernikahan, dilanjutkan dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa para tamu memberikan kado tau paksolo’. setelah akad nikah dan pesta pernikahan di rumah mempelai wanita selesai dilalanjutkan dengan acara “mapparola” yaitu mengantar mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.
Hal yang unik dari kebudayaan bugis juga,  tata cara penguburan pada orang Bugis.Saat itu mereka masih menguburkan orang mati dengan tata cara jaman pra sejarah, yakni dengan mengarah ke timur dan barat serta diberikan bekal seperti mangkuk, tempayan, tiram dan barang buatan China serta benda berharga lainnya. Bahkan untuk para bangsawan dan tokoh terkemuka pada wajahnya diberikan penutup muka yang terbuat dari emas atau perak.
Namun saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk sejak tahun 1600-an. Mengenai adat istiadat suku Bugis pada jaman Islam akan kami bahas di lain waktu. Semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright IrvanPoetraSmanza 2010.
Converted To Blogger Template by Anshul .